Di
saat menanti hujan reda, apa yang biasa dirasakan orang? Terasa lama?
Mungkin. Hujan mengguyur selama tiga puluh menit saja serasa tiga puluh
jam lamanya atau mungkin malah lebih. Inilah rasanya ujian kesabaran
itu.
Banyak orang mengatakan, kesabaran ada batasnya. Bila ujian
kesabaran diibaratkan dengan menanti hujan reda, apakah orang akan
menumpahkan kekesalan itu pada rintik-rintik air hujan yang tengah
menerpa bumi? Sedang hujan hanyalah merupakan makhluk ‘pendiam’ yang
tidak akan mungkin menghiraukan rintihan kekesalan orang. Ia mengguyur
ke bumi atas perintah-Nya. Tak peduli orang mengeluh kesal kepadanya,
atau bahkan memaki akan kedatangannya yang tak kunjung pergi.
Sayangnya,
hujan terlalu biasa untuk dikeluhkan orang. Di awal kedatangannya,
orang akan nyeletuk berujar, “Yah… hujan deh!” Disadari atau tidak,
kalimat pertama yang muncul ini sudah menunjukkan betapa awal ujian
kesabaran itu sudah terpatahkan oleh rasa tidak bersyukurnya akan
turunnya nikmat hujan.
Belum lagi di benaknya masih membayangkan
bagaimana nasib jemuran bajunya di rumah. Sudah pasti akan basah kuyub,
setelah sebelumnya tak sempat ‘diselamatkan’ dari guyuran air hujan.
Terbetik pula bagaimana nasib kendaraannya yang berkilau lantaran baru
dicuci kemarin sore, lagi-lagi harus terkena cipratan air hujan yang
bercampur tanah. Al hasil, kotorlah sudah.
Ini baru contoh
sederhana, belum contoh-contoh lain yang amat menguji kesabaran.
Misalnya ketika urusan duniawi yang menurutnya sangat urgen untuk segera
dikerjakan, namun terpaksa harus tertunda lantaran hujan.
Di
saat air hujan semakin deras mengguyur, tak kunjung reda, saat inilah
kesabaran orang benar-benar berada di titik kulminasi. Terbayang di
benaknya, berapa kerugian yang didapat karena urusan duniawinya banyak
yang terbengkalai. Saat itu juga, emosi kian tak terbendung.
Umpatan-umpatan kekesalan pun keluar dari mulutnya. Dihardiklah hujan,
sebagai pelampiasan kekesalan, seolah hujan adalah makhluk serupa
dengannya.
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila
angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang
tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami
membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil
pelajaran.”(QS Al A’raaf 57)
Hujan diturunkan sebagai pembawa
berita gembira, namun yang terjadi justru malah sebaliknya. Orang malah
berkeluh kesah dengan hadirnya hujan. Tak ada sedikit rona bahagia di
rautnya lantaran datangnya hujan tengah menghambat urusan duniawinya.
Tidak tahukah orang, untuk apa hujan diturunkan?
“Dan Allah
menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya
bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
mendengarkan (pelajaran).” (QS An-Nahl 65)
Bayangkan jika hujan
tidak diturunkan ke bumi, tidak akan mungkin ada kehidupan di sini. Bumi
akan mengering, dan semua makhluk hidup akan mati. Dalam ayat lain
Allah juga berfirman.
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan
dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya
(menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu
menggembalakan ternakmu.” (QS An-Nahl 10)
Hujan yang membawa
berkah, menghidupkan serta menyuburkan tanaman-tanaman yang hijau lagi
banyak buahnya. Inilah ibarat ujian kesabaran itu, layaknya menanti
hujan reda. Menanti memerlukan kesabaran yang teramat berat, terlebih
ketika harus merelakan hal-hal yang menyangkut duniawi.
Hujan
yang dinyana sebagai penghambat pada urusan duniawi, sesungguhnya
merupakan berkah dari-Nya. Kehadirannya akan menghijaukan tanaman hingga
menghasilkan buah yang ranum, menghasilkan mata air yang jernih yang
sangat bermanfaat bagi semua makhluk yang hidup di bumi ini.
Demikian
halnya dengan ujian kesabaran itu. Meski dinyana sebagai sesuatu yang
pahit dirasa, atau bahkan berat didaki, namun sesungguhnya Allah akan
menghadiahi surga bagi para hamba-Nya yang sabar.
“Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang
sabar.” (QS Ali Imran 142)
Ujian dari Allah tak hanya berupa
kesedihan, tapi juga mencakup kebahagiaan. Sayangnya, ketika orang diuji
dengan kebahagiaan, orang lupa jika itu hanyalah sebuah ujian. Ketika
mendapat kebahagiaan, orang malah berpikir bahwa itu adalah
keberuntungan. Padahal, keberuntungan di dunia ini hanyalah merupakan
tipuan.
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al
Hadiid 23)
Seperti halnya ketika menanti hujan reda. Meski hujan
mengguyur deras, tak kunjung reda, hingga menyebabkan banjir, tanah
longsor ataupun bencana lainnya, kesabaran haruslah selalu ada pada jiwa
tiap-tiap orang yang beriman. Bagaimanapun hujan adalah berkah
dari-Nya, meski kehadirannya terkadang mendatangkan bencana, namun ini
hanyalah ujian bagi para hamba-Nya agar bersyukur.
“Mengapa
Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah
Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nisaa’ 147)
Maka
bersabarlah, karena Allah beserta orang-orang yang sabar. Ujian
kesabaran itu ibarat menanti hujan reda. Terasa lama untuk dinanti
redanya, hingga terpikir bahwa hujan hanyalah penghambat yang banyak
memberi mudharat pada urusan duniawi.
Namun, tidak bagi orang-orang
yang bersabar. Ia akan memaknai hujan sebagai berkah dari-Nya, berapapun
lamanya dan banyaknya curah hujan yang diturunkan. Sekalipun
mendatangkan bencana, maka ia akan tetap bersabar, karena di balik ujian
pastilah mengandung hikmah.
Dan semestinyalah, orang-orang yang
beriman akan mengambil hikmah di balik cobaan itu. Ia akan senantiasa
bersabar dan bersyukur di kala sedih ataupun bahagia. Karena segala
sesuatu di dunia ini hanyalah merupakan ujian dari-Nya, agar nyatalah
siapa sesungguhnya hamba-hamba-Nya yang terpilih itu
0 Response to "Ujian Kesabaran, Ibarat Menanti Hujan Reda"
Posting Komentar