GENDHING TALU WAYANGAN

Gendhing Talu, merupakan suatu rangkaian gendhing yang lazimnya dimainkan sesaat sebelum pagelaran wayang kulit purwa dimulai. Lama permainan Gendhing Talu, biasanya berkisar sekitar duapuluh menit sampai sekitar satu jam. Gendhing Talu, pada dasarnya menceritakan tentang kehidupan manusia, sejak ia belum ada, sampai ia tidak ada. Rangkaian permainan Gendhing Talu, melambangkan seluruh kehidupan manusia, sejak manusia masih dalam bentuk impian dan jauh sebelum lahir, sampai manusia kembali ke haribaan Sang Panguasa Jagat Raya. Sedangkan pagelaran wayang yang dimainkan semalam suntuk, sebenarnya hanyalah sepenggal yang amat sangat kecil, dari seluruh kehidupan manusia. Karenanya, memahami dan mendengarkan permainan rangkaian Gendhing Talu, sama dengan mencoba memahami bagaimana kita sebagai manusia hidup sebelum, selama di alam janaloka, dan sesudahnya. Juga berisi pemahaman tentang hubungan kita dengan orang tua kita (ayah dan ibu), serta hubungan kita dengan Sang Penguasa Jagat Raya.

Permainan Gendhing Talu, merupakan cerita tentang ritual kehidupan manusia yang sakral. Karenanya, tidaklah layak memainkan rangkaian Gendhing Talu dengan disisipi permainan nada atau syair yang mengumbar nafsu dan naluri rendah manusia. Sebaliknya, memainkan rangkaian Gendhing Talu, semestinya dilakukan secara hikmat, penuh hormat, penuh perasaan, emosional, dan mungkin saja juga penuh haru.

Gendhing Talu ini, merupakan hasil suntingan dan potongan dari pagelaran wayang kulit purwa yang dimainkan oleh para pradangga grup kesenian Condong Raos (dari Kota Semarang), yang dipimpin oleh Ki Narto Sabdho almarhum. Pagelaran wayangnya, dilaksanakan pada sekitar tahun 1970-an. Gaya permainan dan garap karawitannya yang sangat tradisional, klasik, dan tidak neko-neko; membuat permainan Gendhing Talu ini menjadi sangat indah dan enak dinikmati. Irama kosek wayangannya, yang relatif agak cepat dan sangat khas, sangat terasa dominan pada seluruh permainan Gendhing Talu ini. Semua hal ini, membuat bentuk rupa garap karawitannya sangat khas wayangan.

Pada saat hendak melakukan pagelaran wayang kulit purwa, Ki Narto Sabdho seringkali menyempatkan diri memainkan ricikan kendhang, pada saat diperdengarkan Gendhing Talu, yakni kira-kira sejam sebelum pagelaran wayang kulit purwa semalam suntuk dimulai. Hal ini, disebabkan beliau selama bertahun-tahun sebelumnya adalah seorang panjak kendhang yang sangat terampil, dan sangat bagus permainan kendhang-nya. Dalam berbagai pagelaran wayang kulit purwa, saat memainkan Gendhing Talu, beliau seringkali juga unjuk kebisaan dan kemampuan, memainkan sembilan macam kendhang sekaligus.

Meskipun Ki Narto Sabdho sudah lama meninggal, namun rekaman berbagai pagelaran wayang kulit purwa dan klenengan Jawa-nya sampai sekarang masih diburu orang, untuk dinikmati, didengarkan, dan dikoleksi. Bahkan, sampai sekarang sekali pun, rekaman berbagai pagelaran wayang kulit purwa dan klenengan yang dibawakannya bersama grup kesenian Condong Raos dari Kota Semarang, tetap bisa didengarkan oleh banyak pecintanya, karena sangat sering disiarkan oleh sejumlah besar stasiun pemancar radio brodkas, yang kebanyakan merupakan stasiun pemancar radio brodkas swasta, yang berasal dari berbagai kota di wilayah Pulau Jawa dan sekitarnya. Ini merupakan suatu indikasi bahwa Ki Narto Sabdho tetap dicintai dan tetap hidup dihati para pecinta dan penggemarnya.

Ki Narto Sabdho dikenal kreatif dalam membuat, mengarang, dan menggubah lagu, tembang, atau gendhing Jawa. Hasil karyanya, bahkan tetap banyak dimainkan oleh banyak pradangga dalam berbagai kesempatan pagelaran. Dalam hal pagelaran wayang kulit purwa, Ki Narto Sabdho dikenal sangat pandai mempermainkan emosi dan perasaan penontonnya. Kecanggihan sastra, pengolahan alur cerita, penokohan, menyusun logika, drama dan suasana yang dihasilkan selama pagelaran berlangsung, biasanya bisa membawa dan memperngaruhi perasaan dan emosi penontonnya.

Kemahirannya mendramatisasi cerita, tokoh, dan suasana; selama pagelaran wayang kupit purwa dilangsungkan, rupanya membuat Ki Narto Sabdho selalu dikenang dan berada di dalam hati sanubari setiap penggemar dan pecintanya sepanjang masa. Hal itulah yang membuat nama Ki Narto Sabdho selalu diingat orang. Rekaman berbagai pagelaran yang pernah dilakukannya dan teknologi masa kini, rupanya telah 'menghidupkan kembali' Ki Narto Sabdho di dunia maya dan di alam khayal para penggemar dan pecintanya....

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "GENDHING TALU WAYANGAN"

Posting Komentar