TANYA JAWAB DENGAN SYEH SITI JENAR
Ajaran Syekh Siti Jenar dikenal sebagai ajaran ilmu kebatinan. Suatu
ajaran yang menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah yang
kasat mata. Intinya ialah konsep tujuan hidup. Titik akhir dari ajaran
Siti Jenar ialah tercapainya manunggaling kawula-Gusti. Yaitu
bersatunya antara roh manusia dengan Dzat Allah. Paham inilah yang
hampir sama dengan ajaran para zuhud, wali dan orang-orang khowash.
Zuhud banyak dijumpai dalam dunia tasawuf. Mereka merupakan orang-orang
atau kelompok yang menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
duniawi. Sebab mereka mempunyai tujuan hidup yang lebih utama, yakni
ingin mencapai kesucian jiwa atau roh.
Inti ajaran Syeh Siti Jenar adalah pencapaian spiritualitas yang tinggi dalam penyatuan antara makhluk dengan Dzat Pencipta, yang lebih populer disebut sebagai manunggaling kawula-Gusti.
Bagian-bagian dari ajaran itu adalah meliputi penguasaan hidup,
pengetahuan tentang pintu kehidupan, tentang kematian, tempat kelak
sesudah ajal, hidup kekal tak berakhir, dan tentang kedudukan Yang
Mahaluhur. Paham yang hampir senada dengan falsafah Jawa kuno.
Suatu ketika Syeh Siti Jenar mengajarkan ilmu kepada para murid-muridnya. Syeh Siti Jenar berkata,”Manusia harus berpegang pada akal, meyakini pula dua puluh sifat yang dimiliki Allah”.
Antara lain yakni; wujud, tak berawal, tak berakhir, berlainan dengan
barang baru, berkuasa, berkehendak, berpengetahuan, memiliki ilmu secara
hakikat dan sebagainya. Para santri mengajukan pertanyaan- pertanyaan
sebagai berikut;
Tentang Ketuhanan
M (murid) ; Apakah wujud dari Tuhan itu dapat dimiliki oleh manusia ?”
S
(Syeh Jenar) ; Memang, sifat wujud itu bisa dimiliki manusia dan itulah
inti dari ajaran ini. Selama manusia mampu menjernihkan kalbunya, maka
ia akan mempunyai sifat-sifat itu. Sifat tersebut pun sudah kumiliki.
Kalian bisa melakukannya dengan mengamalkan apa yang hendak kuajarkan.
Allah adalah satu-satunya yang wajib disembah. Dia tidak tampak dan
tidak berbentuk. Tidak terlihat oleh mata. Sedangkan alam dan segala
isinya merupakan cerminan dari wujud Allah yang tampak. Seseorang bisa
meyakini adanya Allah karena ia melihat pancaran wujudNya melalui jagad
raya ini. Allah tidak berawal dan berakhir, memiliki sifat langgeng, tak
mengalami perubahan sedikitpun. Allah berada di mana-mana, bukan ini
dan bukan itu. Dia berbeda dengan segala wujud barang baru yang ada di
dunia.
M ; Wahai Kanjeng Syeh, jelaskan kepada kami tentang hakikat kodrat !”
S
; Kodrat adalah kekuasaan pribadi Tuhan. Tak ada yang menyamainya.
KekuatanNya tanpa sarana. kehadiranNya berasal dari ketiadaan, luar dan
dalam tiada berbeda. Tak dapat ditafsirkan. Jika engkau menghendaki
sesuatu maka pasti kalian rencanakan matang-matang dan pasti pikirkan
berulang-ulang. Itupun masih sering meleset. Namun Allah tidak demikian,
bila menghendaki sesuatu tak perlu dipersoalkan terlebih dahulu.
M ; Kalau begitu Allah tidak memerlukan sesuatu ?
S
; Benar Allah tidak memerlukan sesuatu. Karena itu jika kalian hidup
tanpa memerlukan sesuatu, tanpa butuh harta benda, tanpa butuh jabatan,
tanpa butuh pujian, maka kalian akan merasakan hidup yang sesungguhnya.
Kalian akan memiliki sifat Allah tersebut.
M ; Kalau manusia menghindari sesuatu dan merasa tidak memerlukan apapun, apakah akhirnya dapat disamakan dengan Allah ?
S
; Tidak ! walaupun manusia hidup tanpa bergantung sama sekali kepada
duniawi, namun ia tetap berbeda dengan Allah. Tidak bisa disamakan
dengan Tuhan. Allah adalah pencipta dan kalian adalah yang diciptakan.
Allah berdiri sendiri, tanpa memerlukan bantuan. Hidupnya tanpa roh,
tidak merasa sakit dan kesedihan, Allah muncul sekehendaknya.
M ; Jika Allah berkehendak, maka apakah kehendak seseorang itu karena kemauan Allah ?
S
; Untuk sampai pada jawaban itu, kita harus membedakan seseorang mana.
Manusia itu dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Ada yang awam, ada
yang khowash. Orang awam hanya beribadah secara syariat, tanpa dapat
memelihara kalbu, maka ia masih jauh bisa berhubungan dengan Allah.
Sedangkan orang-orang khowash, termasuk para nabi, rasul, dan
waliyullah, mereka beribadah secara utuh. Bahkan sampai pula pada
tingkatan hakikat. Kalau kalbunya sudah bersih dari duniawi dan menyatu
dengan cahaya Ilahi, maka kehendak dan kemauannya itu berasal dari
Allah. Perbuatannya adalah perbuatan Allah. Maka jangan heran jika ada
orang yang diberi karomah sehingga segala ucapannya menjadi bertuah.
M ; Kalau begitu, ibadahnya orang yang sudah khowash itu merupakan kehendak Allah ?
S
; Benar ! mereka mempunyai kejernihan akal budi. Memiliki kebersihan
jiwa dan ilmu. Shalat lima waktu dan berzikir merupakan kehendak yang
sangat dalam. Bukan kehendak nafsunya, namun kehendak Allah. Semangatnya
sedemikian besar. Mereka shalat tidak mengharapkan pahala, tetapi
merupakan suatu kewajiban (diri) dan pengabdian. Badan haluslah yang
mendorong untuk menjalankan.
M ; Banyak orang melakukan shalat tetapi tidak menyentuh kepada Yang Disembah. Ini bagaimana ?
S
; Memang banyak orang yang secara lahiriah tampak khusuk shalatnya.
Bibirnya sibuk mengucapkan zikir dan doa-doa, namun hatinya ramai oleh
urusan duniawi mereka. Islam yang demikian ini ibarat kelapa, mereka
hanya makan serabutnya. Padahal yang paling nikmat adalah buah/daging
kelapa dan air kelapanya. Mereka sembahyang lima waktu sebatas lahiriah
saja. Tidak berpengaruh sama sekali kepada akal budinya. Padahal
sembahyang itu diharapkan dapat mencegah keji dan munkar namun mereka
tak mampu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalaupun hakikat
shalatnya itu membekas pada budinya itupun hanya sedikit. Buat apa
sembahyang lima kali jika perangainya buruk ? masih suka mencuri dan
berbohong. Untuk apa bibir lelah berzikir menyebut asma Allah, jika
masih berwatak suka mengingkari asma. Kadang-kadang pula mereka berharap
pahala. Shalatnya saja belum tentu dihargai oleh Allah, tetapi
buru-buru meminta balasan,…..aneh!
M ; Wahai
Syeh, ada hadits Rasulullah yang menyebutkan bahwa amal hamba yang
pertama kali diperhitungkan adalah sembahyang. Jika sembahyangnya baik,
maka semua dianggap baik. Ini bagaimana ?
S
; Itu perlu ditafsirkan. Tidak boleh dipahami secara dangkal makna dari
hadits tersebut. Hadits itu mengandung logika sebagai berikut; Orang
yang tekun mengerjakan sembahyang dengan sempurna, maka perilaku, budi
pekerti dan kalbunya juga harus terpengaruh menjadi baik. Sebab
sembahyang yang dilakukan dengan jiwa yang bersih akan berpengaruh pula
bagi cabang kehidupan lainnya. Lebih lanjut Syeh Siti Jenar mengatakan; sebaliknya
hadits itu tidak berlaku bagi orang yang tekun mengerjakan sembahyang
tetapi hatinya masih kotor, tersimpan keinginan-keinginan nafsu misalnya
ingin dipuji orang lain, terdapat ujub dan sombong, serta budinya
menyimpang dan menabrak tatanan yang dilarang.
M ; Apakah ada tuntunan mengenai pakaian seseorang yang sedang melakukan sembahyang ?
S
; Sesungguhnya aku (Syeh Siti Jenar) tidak sependapat jika ada orang
yang mengenakan pakaian gamis dan meniru-niru pakaian orang Arab dalam
melakukan shalat. Jika selesai shalat, jubah atau gamis itu dilepaskan.
Sedangkan shalat orang tersebut tidaklah menyentuh hatinya. Meskipun
berlama-lama merunduk di masjid, namun masih mencintai duniawi.
Sembahyang yang pakaiannya kedombrangan, merunduk di masjid berlama-lama
sampai lupa anak istri. Sedangkan ia masih menyintai duniawi dan
mengumbar nafsu manusiawinya. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, ia
seringkali menyusahkan orang lain. Maka orang yang demikian itu tidak
terpengaruh oleh sembahyang yang dilakukan. Biasanya tipe orang seperti
itu sibuk menghitung pahala. Dia sangat keliru dan bodoh. Pahala yang
masih jauh tetapi diperhitungkan. Sungguh, sedikit pun tak akan dapat
dicapainya.
M ; Dzat Yang Luhur dan Sejati itu sesungguhnya siapa, wahai Syekh ?
S
; Gusti Allah. Gusti Allah adalah Dzat yang tinggi dan terhormat. Ia
memiliki dua puluh sifat, semua timbul atas kehendakNya. Ia mampu
mencurahkan ilmu kebesaran, kasampurnan, kebaikan, keramahan,
kekebalan dalam segala bentuk, memerintah umat. Dapat muncul di segala
tempat dan sakti sekali. Aku (Syekh Siti Jenar) merasa wajib dan
menuruti kehendakNya. Sebagaimana ajaran jabariyah, dengan
kesungguhan dan konsekuen, selalu kuat cita-citanya, kokoh tak
tergoyahkan terhadap sesuatu yang tidak suci, berpegang teguh kepadaNya
selama hidup, tak akan menyembah terhadap ciptaanNya, baik dalam wujud
maupun dalam pengertian.
M ; Mengapa Kanjeng Syekh dianggap oleh para wali sebagai wali murtad ?
S ; Karena ajaranku tidak mudah dipahami orang awam.
M ; Bagaimana ajaran Kanjeng Syeh yang dianggap sesat ?
S
; Aku adalah penjelmaan dari Dzat Luhur, yang memiliki semangat, sakti,
dan kekal akan kematian. Dengan hilangnya dunia Gusti Allah telah
memberi kekuasaan kepadaku dapat manunggal denganNya, dapat langgeng
mengembara melebihi kecepatan peluru. Bukannya akal, bukannya nyawa,
bukan penghidupan yang tanpa penjelasan dari mana asalnya dan kemana
tujuannya.
M ; Apa hubungannya antara kanjeng Syeh Siti Jenar dengan Allah, yang kau sebut sebagai Dzat sejati ?
S
; Dzat yang sejati menguasai wujud penampilanku. Karena kehendakNya
maka wajarlah jika aku tidak mendapat kesulitan. Aku bisa berkelana ke
mana-mana. Tidak merasa haus dan lelah, tanpa sakit dan lapar, karena
ilmu kelepasan diri, tanpa suatu daya kekuatan. Semua itu disebabkan
jiwaku tiada bandingannya. Secara lahiriah memang tidak berbuat sesuatu,
tetapi tiba-tiba sudah berada di tempat lain. Gusti Kang Murbeng Dumadi
(Allah) yang kuikuti, kutaati siang malam, yang kuturut segala
perintahNya. Tiada menyembah Tuhan lain, kecuali setia terhadap suara
hati nuraniku. Allah Mahasuci.
M ; Wahai Syeh jelaskan apa yang di maksud bahwa Allah itu Maha Suci ?
S
; Allah Mahasuci itu hanyalah sebatas istilah saja. Merupakan nama
saja. Sebenarnya hal itu dapat disamakan dengan bentuk penampilanku.
Jika kalian melihatku, maka tampak dari luar sebagai warangka (kerangka), sedangkan di dalamnya adalah kerisnya
(intinya) Hyang Agung, yang tak ada bedanya dengan kerangka. Tuhan itu
wujud yang tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti
bintang yang bersinar cemerlang. Sifat-sifatNya berwujud samar-samar
bila dilihat, warnanya indah sekali seperti cahaya.
M ; Di manakah Tuhan berada ? kami membayangkan Dia ada di langit ke 7 dan bersemayam di atas singgasana layaknya raja.
S
; Siti Jenar mendadak tertawa. Setelah tertawanya reda, ia berkata,
“Itu salah besar, itu kebodohan. Sesungguhnya Tuhan tidak berada di
langit ketujuh dan tidak bertahta di singgasana atau arsy (Kursi). Bila
kalian membayangkan demikian, maka hati kalian sudah musyrik. Berdosa
besar. Karena kalian menyamakan Dia dengan raja atau dengan penguasa.
M ; Kami jadi bingung, Kanjeng Syekh, lantas Tuhan itu ada di mana ?
S ; Kalau kalian bertanya demikian, maka jawabnya mudah. Gusti Allah itu tidak kemana-mana, tetapi ada di mana-mana.
M ; Kami semakin tak mengerti. Bisakah Kanjeng Syeh memberi penjelasan yang lebih gamblang ?
S
; Gusti Allah itu berada pada dzat yang tempatnya tidak jauh. Dia
bersemayam di dalam tubuh kita. Tetapi hanya orang yang khowash, orang
yang terpilih dapat melihat. Tentunya dengan mata batin. Hanya mereka
yang dapat merasakannya.
M ; Apakah Allah itu berupa roh atau sukma ?
S
; Bukan roh dan bukan sukma. Allah adalah wujud yang tak dapat dilihat
oleh mata, tetapi dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar
cemerlang. Sudah kukatakan tadi, warnanya indah sekali. Ia memiliki dua
puluh sifat seperti; sifat ada, tak berawal, tak berakhir, berbeda
dengan barang-barang yang baru, hidup sendiri dan tidak memerlukan
bantuan dari sesuatu, berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat,
berilmu, hidup dan berbicara. Sifat Gusti Allah yang duapuluh itu
terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut dengan Dzat. Sifat
duapuluh itu juga menjelma pada diriku. Karena itu aku yakin tidak akan
mengalami sakit dan sehat, punya budi kebenaran, kesempurnaan, kebaikan
dan keramahan. Roh ku memiliki sifat duapuluh itu, sedangkan ragaku yang
lahiriah memiliki sifat nur Muhammad.
M ; Wahai
Syekh, bukankah Muhammad SAW itu seorang nabi. Apakah Syekh mengaku
sebagai Nabi ? Sedangkan dikatakan bahwa setelah nabi Muhammad, di dunia
ini tidak ada kenabian lagi ?
S
; Jangan salah menafsirkan kata-kataku. Jika salah, maka kau akan sesat
dan timbul fitnah. Tentu saja memfitnah diriku. Begini, bahwa rohku
adalah roh Ilahi. Karena aku pun memiliki sifat duapuluh. Sedangkan
badan wadag ku, jasadku ini, adalah jasad Muhammad. Dari segi
lahiriah Muhammad adalah manusia. Namun manusia Muhammad berbeda dengan
orang kebanyakan. Muhammad memiliki jasad yang kudus, yang suci. Aku dan
dia sama-sama merasakan kehidupan, merasakan manfaat panca indera. Dan
panca indra itu hanyalah meminjam. Jika sudah diminta kembali oleh
Pemiliknya akan berubah menjadi tanah yang busuk, berbau, hancur dan
najis. Nabi atau wali, jika sesudah kematian jasadnya menjadi tak
bermanfaat. Bahkan berbau, kotor, najis, busuk dan hancur. Warangka jika sudah ditinggalkan kerisnya maka tiada guna.
M ; Jika seseorang sudah mati, berarti selesai sudah kehidupannya ?
S
; Siapa bilang begitu ? Tidak ! meskipun jasadnya mati, tetapi
sebenarnya ia tidaklah mati. Karena itu, kalian semua harus mengerti
bahwa dunia ini sesungguhnya bukanlah kehidupan. Buktinya ada mati. Di
dunia ini, kehidupan disebut kematian. Coba rasakan ! Aku mengajarkan
kepada kalian untuk tidak menyintai dunia ini dan tidak terpesona
terhadap keindahannya. Carilah kebenaran dan kebahagiaan sejati demi
kehidupan mendatang, kehidupan setelah kematian. Kalian akan berarti
jika telah menemui kematian dan hidup sesudah itu. Engkau harus memilih
hidup yang tak bisa mati. Dan hidup yang tak bisa mati itu hanya kalian
rasakan setelah nyawa terlepas dari badan. Kehidupan itu akan dapat
dirasakan dengan tanpa gangguan seperti sekarang ini. Ketahuilah, hidup
yang sesungguhnya adalah setelah nyawa lenyap dari badan.
M ; Agar
dapat meraih kehidupan dalam kemuliaan sejati kelak, dalam kehidupan
di dunia ini dibutuhkan kebenaran dan kebahagian sejati. Bagaimanakah
cara mendapatkannya Kanjeng Syekh ?
S
; Jiwa manusia adalah suara hati nurani. suara hati nurani merupakan
ungkapan Dzat Allah yang harus ditaati perintahnya. Maka ikutilah hati
nuranimu.
M ; Bagaimana caranya meyakinkan bahwa suatu bisikan adalah suara hati nurani yang sesungguhnya ?
S
; Kalian harus cermat, karena hati nurani berbeda dengan akal budi,
jiwa itu milik Allah, sedangkan akal milik manusia. Akal bersifat
manusiawi, karena itu kadang-kadang akal tak mampu menemukan keajaiban
Allah. Kehendak, angan-angan, ingatan, merupakan suatu akal yang tak
kebal atas kegilaan. Suatu ketika akal bisa menjadi bingung sehingga
membuat seseorang lupa diri. Akal seringkali tidak jujur. Siang malam
membuat kepalsuan demi memakmurkan kepentingan pribadi.
Sabda Langit
Sabda Langit
0 Response to "MEMBEDAH ALAM FIKIRAN SITI JENAR"
Posting Komentar